Rabu, 29 Februari 2012

Book Review: Life Traveler.


Judul: Life Traveler.
Pengarang: Windy Ariestanty.
Penerbit: GagasMedia.
Cetakan: 2011.
Tebal: 382 hal.


      Awalnya tanpa kesengajaan menemui buku ini. Karena waktuku di Gramedia  nggak lama, jadi aku buru-buru dan langsung membawa buku ini dengan spontan ke depan kasir. Dan menurutku, It's a really good and nice book to spend with!
         Dan, *ehm* Ini buku lokal pertama yang kubaca setelah Dan Hujan Pun Berhenti, tahun lalu. Tapi keputusan ini bukan kuambil sembarangan, alasan lainnya yaitu: Kejenuhan akan manusia bersayap dan wolverine ataupun zombies ganteng yang memenuhi buku terjemahan. It so overrated, I think. Jadilah, buku ini ku pilih untuk menemani di sela-sela bulan Januari yang mulai menyeramkan. Hehehehe. Coba lihat kalender, 70 hari lagi aku bakalan UN! *meringis*

Buku karya kak Windy ini, selain menyuguhkan petualangan travelingnya, juga menyiratkan pelajaran dalam bertemu dan berpisah antar orang yang tidak kita kenal, namun menyadarkan kita bahwa suatu perkenalan atau suatu awal tidak semudah berkata "Hai!". Seperti judulnya, Life Traveler means, in every place, or in every moment, there are always the same components; bonds, ataupun hal terkecil yang membentuk suatu chemistry. Yang paling seru yaitu penjelasan kak Windy mengenai sasaran travellingnya, plus foto-foto segar yang terpampang di tiap bab.
       Bukan hanya sebuah penuturan tentang tempat, makan, ataupun bangunan khas, tapi juga merasakan cinta, kebersamaan, dan keberuntungan dalam menjalankan detik demi detik di waktu yang sempit.
Love is a 'place' that we keep visiting again and again. 
It annoys us to no end. And for something like this, we may call it 'home'.
Yes, love is a home for everyone. Indeed. 
-Hal. 117. #6 Tentang mereka yang jatuh cinta.

   Buku ini juga memberikan penuturan yang sangat mengikuti arus, and that's why I enjoyed this book so much! Pertama-tama, kita bahas kovernya. Daun semanggi ini, mengingatkanku sama buku Ways To Live Forever. Tapi Life Traveler punya atmosfir beda, tenang, dan membuat perjalanan kak Windy selalu menarik; membawa cast di setiap cerita menjadi sangat bermakna, dan mengajari kita untuk menjadi diri kita sendiri di negeri orang. Bukan foreigner, bukan turis. Just ourselves. Dari Vietnam, US, Europe kesanaan dan Thailand, selalu aja ada quotes yang keren! Dan yep, buku ini sukses meredamkan sedikit stres akibat Try Out yang melanda. Tapi sayangnya, aku meng-skip bab Red Light District dan Thai Girls Show karena too vulgar to read!
    Tapi secara keseluruhan, kak Windy berhasil mengemas suatu perjalanan dengan pelajaran mengenai hidup, dan mengenai hubungan antar manusia. 
       Setelah baca buku ini, mungkin aku akan memperbanyak baca karya Indonesia terlebih dahulu. Dulu-dulu aku berasumsi karya lokal kebanyakan cinta melulu, teenlit yang nonsense, atau kalaupun humor, pasti nggak sukses bikin aku ketawa. Tapi semakin lama, I see something different, dan ini sangat pesat. Bukannya sok tua, tapi setiap dateng ke Toko Buku, aku selalu merhatiin rak demi rak buku yang bercampur, dan makin lama kelihatan bahwa karya Indonesia (menurutku waktu itu) patut di perhitungkan. Dulu juga aku berasumsi kalau novel terjemahan itu karakternya selalu 'cool' dan nggak lelet. But can you see their stories now? The characters, or even the plot, it's miserably weird-and awful. Pokoknya, ayo maju terus sastra Indonesia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar